Laman

Selasa, 07 September 2010

kentang

Suatu ketika, ada seorang guru yang meminta murid-muridnya untuk membawa satu kantung plastik bening ke sekolah. Lalu, ia meminta setiap anak untuk memasukkan beberapa kentang di dalamnya.

Setiap anak, diminta untuk memasukkan sebuah kentang, untuk setiap orang yang tak mau mereka maafkan. Mereka diminta untuk menuliskan nama orang itu, dan mencantumkan tanggal di dalamnya. Ada beberapa anak yang memiliki kantung yang ringan, walau banyak juga yang memiliki plastik kelebihan beban.

Mereka diminta untuk membawa kantung bening itu siang dan malam. Kemana saja, harus mereka bawa, selama satu minggu penuh. Kantung itu, harus ada di sisi mereka kala tidur, di letakkan di meja saat belajar, dan ditenteng saat berjalan.

Lama-kelamaan kondisi kentang itu makin tak menentu. Banyak dari kentang itu yang membusuk dan mengeluarkan bau yang tak sedap. Hampir semua anak mengeluh dengan pekerjaan ini. Akhirnya, waktu satu minggu itu selesai. Dan semua anak, agaknya banyak yang memilih untuk membuangnya daripada menyimpannya terus menerus.

***

pekerjaan ini, setidaknya, memberikan hikmah spiritual yang besar sekali buat anak-anak. Suka-duka saat membawa-bawa kantung yang berat, akan menjelaskan pada mereka, bahwa, membawa beban itu, sesungguhnya sangat tidak menyenangkan. Memaafkan, sebenarnya, adalah pekerjaan yang lebih mudah, daripada membawa semua beban itu kemana saja kita melangkah.

Ini adalah sebuah perumpamaan yang baik tentang harga yang harus kita bayar untuk sebuah kepahitan yang kita simpan, dan dendam yang kita genggam terus menerus. Getir, berat, dan meruapkan aroma yang tak sedap, bisa jadi, itulah nilai yang akan kita dapatkan saat memendam amarah dan kebencian.

Sering kita berpikir, memaafkan adalah hadiah bagi orang yang kita beri maaf. Namun, kita harus kembali belajar, bahwa, pemberian itu, adalah juga hadiah buat diri kita sendiri. Hadiah, untuk sebuah kebebasan. Kebebasan dari rasa tertekan, rasa dendam, rasa amarah, dan kedengkian hati.

(unknown)

marmer

Suatu ketika, ada sebuah museum yang sangat besar. Di dalamnya terdapat beberapa patung marmer, dengan beralaskan lantai marmer yang indah. Patung itu, dipasang di ruang utama, dan selalu menjadi perhatian setiap pengunjung yang datang kesana. Banyak orang dari seluruh dunia yang datang hanya untuk mengagumi keindahan patung itu.

Pada suatu malam, si lantai marmer, berkata pada patung itu. "Hei, Patung Marmer, ini sungguh tidak adil. Sungguh tidak adil. Kenapa setiap orang yang datang dari seluruh dunia, hanya mengagumi mu, sementara mereka menginjakkan kakinya berdiri di atas tubuhku. Aku selalu terhina dengan ini semua, aku selalu diinjak-injak. Ini sungguh tidak adil!!"

Patung itu lalu menjawab, "Tenang sobatku lantai marmer. Apakah kamu masih ingat, kita sesungguhnya berasal dari gua yang sama? Bukankah kita sama-sama lahir dari tempat itu?

Si Lantai Marmer kembali berseru, "Yeah, itulah yang membuatku tambah tidak adil. Kita lahir dari tempat yang sama, namun, kini, kita mendapat perlakuan yang berbeda. Tidak adil!!"

Dengan tenang, Patung itu berkata, "Lalu, apakah kamu juga masih ingat saat ada seorang pematung yang datang kepadamu, namun, kamu menolak itu semua? Apakah kamu masih ingat, saat kamu tak mau untuk diukir oleh pahat-pahat itu?

"Ya, tentu saja, aku masih ingat, ujar si Lantai, "Aku benci pria itu. Bagaimana mungkin aku bisa menerimanya? Pahat-pahat itu sangat menyakitkan.

"Betul, pematung itu tak bisa bekerja membuat karya, sebab, kamu menolak untuk diukir olehnya, ujar si Patung. Lantai itu bertanya lagi, "Lalu, mengapa demikian?

"Sobatku, saat pematung itu selesai denganmu, dan mulai mengukirku, aku tahu, suatu saat, aku akan tampil berbeda. Aku akan menjadi lebih baik suatu saat nanti. Aku juga tahu, kerja kerasnya akan membuatku tampil lebih indah. Aku menerima semua alat yang digunakannya. Walaupun memang, semua pahat-pahat itu begitu menyakitkan menimpa tubuhku, jelas si Patung panjang lebar.

Si Lantai cuma berguman dalam hati, "Mmmmm...."

"Sobatku, ada sebuah harga untuk semuanya di dunia ini. Saat kamu menolak untuk menerima semua cobaan itu, jangan salahkan orang lain jika mereka semua menginjak-injak tubuhmu.

***

memang, ada sebuah harga untuk semuanya di dunia ini. Tak ada yang memberikannya gratis buat kita. Kisah ini, adalah sebuah gambaran tentang cobaan yang Allah berikan buat kita. Kita, sering menolak untuk diberikan cobaan oleh Allah. Kita, kerap enggan untuk menjalani semua ujian itu dengan sabar. Ada banyak keputusasaan yang selalu menyertainya. Kita selalu mengeluh, dan mengeluh, bahwa cobaan dan ujian itu selalu menyakitkan.

Dan sesungguhnya, saat Allah membentuk kita semua dengan pahat-pahat-Nya, saat itulah kita sedang di uji. Memang, kadang itu semua menyakitkan. Namun, sekali lagi, selalu ada sebuah harga untuk semua itu. Saat Allah memberikan kita ujian yang berat, maka di saat lain, Allah juga akan menganugerahkan kita nikmat yang banyak pula.

Teman, seperti inilah Allah membentuk kita. Pada saat Allah membentuk kita, tidaklah menyenangkan, sakit, penuh penderitaan, dan banyak air mata. Tetapi inilah satu-satunya cara bagi Allah untuk mengubah kita supaya menjadi cantik dan memancarkan kemuliaan Allah.

Teman, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai pencobaan, sebab Anda tahu bahwa ujian terhadap kita menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang supaya Anda menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun.

Apabila Anda sedang menghadapi ujian hidup, jangan kecil hati, karena Allah sedang membentuk Anda. Bentukan -bentukan ini memang menyakitkan tetapi setelah semua proses itu selesai.Anda akan melihat betapa cantiknya Allah membentuk Anda.

(unknown)

paku

Suatu ketika, ada seorang anak laki-laki yang bersifat pemarah. Untuk mengurangi kebiasaan marah sang anak, ayahnya memberikan sekantong paku dan mengatakan pada anak itu untuk memakukan sebuah paku di pagar belakang setiap kali dia marah ...

Hari pertama anak itu telah memakukan 48 paku ke pagar setiap kali dia marah ... Lalu secara bertahap jumlah itu berkurang. Dia mendapati bahwa ternyata lebih mudah menahan amarahnya daripada memakukan paku ke pagar.

Akhirnya tibalah hari dimana anak tersebut merasa sama sekali bisa mengendalikan amarahnya dan tidak cepat kehilangan kesabarannya. Dia memberitahukan hal ini kepada ayahnya, yang kemudian mengusulkan agar dia mencabut satu paku untuk setiap hari dimana dia tidak marah.

Hari-hari berlalu dan anak laki-laki itu akhirnya memberitahu ayahnya bahwa semua paku telah tercabut olehnya. Lalu sang ayah menuntun anaknya ke pagar. "Hmm, kamu telah berhasil dengan baik anakku, tapi, lihatlah lubang-lubang di pagar ini. Pagar ini tidak akan pernah bisa sama seperti sebelumnya. "Ketika kamu mengatakan sesuatu dalam kemarahan. Kata-katamu meninggalkan bekas seperti lubang ini ... di hati orang lain.

Kamu dapat menusukkan pisau pada seseorang, lalu mencabut pisau itu ... Tetapi tidak peduli beberapa kali kamu minta maaf, luka itu akan tetap ada ... DAN luka karena kata-kata adalah sama buruknya dengan luka fisik pada pagar itu..."

***

memang, sebuah permintaan maaf bisa mengobati banyak hal. Namun, agaknya kita juga harus mengingat, bahwa semua itu tak akan ada artinya, saat kita mengulangi kesalahan itu kembali.

(unknown)

mantel kuning

Rinai hujan selalu membuat saya terharu. Rintiknya, mengingatkan pada masa-masa yang telah lalu. Begitu pula hari ini.

Dulu, sewaktu kecil, saya ingin sekali punya mantel hujan. Kuning, itu warna yang saya inginkan. Teman-teman saya yang lain telah memilikinya, dan mereka tampak gagah dengan mantel itu. Untuk anak kelas 2 SD, semua yang berwarna cerah, akan selalu tampak indah. Namun sayang, Ibu tak punya cukup uang untuk membelinya. Walau sempat kecewa, saya harus menurut, dan menahan keinginan untuk mempunyai mantel kuning itu.

Walau begitu, saya tetap kesal. Dan rasa itu memuncak ketika saya harus pulang dari sekolah. Hari itu hujan begitu deras. Saya makin kecewa dengan Ibu. Sebab, jika ada mantel, tentu saya tak perlu kena hujan, dan bisa bergabung bersama teman-teman yang lain. Kesal, dan marah, begitulah yang saya rasakan saat itu. Sementara yang lain tertawa dan menikmati hujan, saya harus berjalan pulang dengan tubuh yang basah kuyup.

Ah..di tengah perjalanan, saya bertemu dengan Ibu. Dia tampak membawakan payung untuk saya. Karena terlanjur marah, saya tak menerima payung itu, dan ngambek, untuk tetap pulang tanpa payung. Walau begitu, ia tampak ingin melindungi saya dengan payungnya. Mendekap, agar saya tak terlalu basah terkena hujan. Hujan makin deras, dan kami pun berjalan pulang, walau saya tetap ngambek dan menolak untuk di payungi.

Sesampainya di rumah, tingkah itu terus saya perbuat. Saya tetap menolak untuk berganti pakaian. Akhirnya dengan sedikit terpaksa, hal itu saya selesaikan. Ibu, kemudian datang dengan handuk, dan langsung menyelubungi saya dengan handuk itu. Ada kehangatan yang segera menyergap. Saya menjadi lebih tenang. Tetap, tak ada kata-kata yang keluar dari Ibu, selain terus menghangatkan saya denganhanduk itu. Tangannya terus membersihkan setiap air hujan yang ada di badan. Diseka nya kepala saya, agar tak nanti tak membuat sakit.

Masih dalam diam, Ibu kemudian memberikan pakaian ganti. Setelah itu, dia masih menyodorkan teh manis hangat buat saya. Ya, segelas teh manis, sebab, susu coklat, adalah hal yang jarang saya rasakan saat itu. Ya, kehangatan kembali hadir dalam tubuh. Walau saya mungkin tak mengerti apapun, saya yakin, ada kehangatan lain yang diberikan Ibu saat itu.

***

Ibu mungkin tak mampu membelikan saya mantel kuning seperti yang saya impikan. Namun, payungnya telah membuat saya aman. Ibu mungkin tak mampu membelikan saya mantel kuning untuk terhindar dari hujan, namun, dekapannya membuat saya terhindar dari apapun.

Ibu mungkin tak mampu membelikan saya mantel kuning itu, namun, handuk hangatnya melebihi setiap kehangatan yang mampu diberikan setiap mantel. Ibu mungkin tak mampu membelikan mantel kuning, namun, usapan lembutnya, adalah segalanya buat saya.

Ibu mungkin tak menjemput saya dengan mobil atau kendaraan lain, namun lingkaran tangannya di tubuh saya, adalah dekapan yang paling indah. Ibu mungkin tak bisa memberikan susu coklat, namun, teh manisnya, lebih berharga dari apapun. Ibu mungkin tak bisa memberikan saya banyak hal lain, namun, dekapan, usapan, uluran tangan, perhatian, kasih sayang, sudah cukup sebagai penggantinya.

Terima kasih buat Ibu yang tak membelikan saya mantel kuning. Karena, apa yang telah diberikannya selama ini, jauh melampaui semuanya.

ayah :')

Suatu ketika, ada seorang anak wanita yang bertanya kepada Ayahnya, tatkala tanpa sengaja dia melihat Ayahnya sedang mengusap wajahnya yang mulai berkerut-merut dengan badannya yang terbungkuk-bungkuk, disertai suara batuk-batuknya.

Anak wanita itu bertanya pada ayahnya : "Ayah, mengapa wajah Ayah kian berkerut-merut dengan badan Ayah yang kian hari kian terbungkuk ?" Demikian pertanyaannya, ketika Ayahnya sedang santai di beranda.

Ayahnya menjawab : "Sebab aku Laki-laki." Itulah jawaban Ayahnya. Anak wanita itu bergumam : "Aku tidak mengerti." Dengan kerut-kening karena jawaban Ayahnya membuatnya tercenung rasa penasaran.

Ayahnya hanya tersenyum, lalu dibelainya rambut anak wanita itu, terus menepuk-nepuk bahunya, kemudian Ayahnya mengatakan : "Anakku, kamu memang belum mengerti tentang Laki-laki." Demikian bisik Ayahnya, yang membuat anak wanita itu tambah kebingungan.

Karena penasaran, kemudian anak wanita itu menghampiri Ibunya lalu bertanya kepada Ibunya : "Ibu, mengapa wajah Ayah jadi berkerut-merut dan badannya kian hari kian terbungkuk ? Dan sepertinya Ayah menjadi demikian tanpa ada keluhan dan rasa sakit ?"

Ibunya menjawab : "Anakku, jika seorang Laki-laki yang benar-benar bertanggung-jawab terhadap keluarga itu memang akan demikian." Hanya itu jawaban sang Ibu.

Anak wanita itupun kemudian tumbuh menjadi dewasa, tetapi dia tetap saja penasaran, mengapa wajah Ayahnya yang tadinya tampan menjadi berkerut-merut dan badannya menjadi terbungkuk-bungkuk ?

Hingga pada suatu malam, anak wanita itu bermimpi. Di dalam impian itu seolah-olah dia mendengar suara yang sangat lembut, namun jelas sekali. Dan kata-kata yang terdengar dengan jelas itu ternyata suatu rangkaian kalimat sebagai jawaban rasa kepenasarannya selama ini.

"Saat Ku-ciptakan Laki-laki, aku membuatnya sebagai pemimpin keluarga serta sebagai tiang penyangga dari bangunan keluarga, dia senantiasa akan berusaha untuk menahan setiap ujungnya, agar keluarganya merasa aman, teduh dan terlindungi."

"Ku-ciptakan bahunya yang kekar dan berotot untuk membanting-tulang menghidupi seluruh keluarganya dan kegagahannya harus cukup kuat pula untuk melindungi seluruh keluarganya."

"Ku-berikan kemauan padanya agar selalu berusaha mencari sesuap nasi yang berasal dari tetes keringatnya sendiri yang halal dan bersih, agar keluarganya tidak terlantar, walaupun seringkali dia mendapat cercaan dari anak-anaknya."

"Ku-berikan keperkasaan dan mental baja yang akan membuat dirinya pantang menyerah, demi keluarganya dia merelakan kulitnya tersengat panasnya matahari, demi keluarganya dia merelakan badannya berbasah kuyup kedinginan karena tersiram hujan dan dihembus angin, dia relakan tenaga perkasanya terkuras demi keluarganya, dan yang selalu dia ingat, adalah disaat semua orang menanti kedatangannya dengan mengharapkan hasil dari jerih-payahnya."

"Kuberikan kesabaran, ketekunan serta keuletan yang akan membuat dirinya selalu berusaha merawat dan membimbing keluarganya tanpa adanya keluh kesah, walaupun disetiap perjalanan hidupnya keletihan dan kesakitan kerapkali menyerangnya."

"Ku-berikan perasaan keras dan gigih untuk berusaha berjuang demi mencintai dan mengasihi keluarganya, didalam kondisi dan situasi apapun juga, walaupun tidaklah jarang anak-anaknya melukai perasaannya, melukai hatinya. Padahal perasaannya itu pula yang telah memberikan perlindungan rasa aman pada saat dimana anak-anaknya tertidur lelap. Serta sentuhan perasaannya itulah yang memberikan kenyamanan bila saat dia sedang menepuk-nepuk bahu anak-anaknya agar selalu saling menyayangi dan saling mengasihi sesama saudara."

"Ku-berikan kebijaksanaan dan kemampuan padanya untuk memberikan pengertian dan kesadaran terhadap anak-anaknya tentang saat kini dan saat mendatang, walaupun seringkali ditentang bahkan dilecehkan oleh anak-anaknya."

"Ku-berikan kebijaksanaan dan kemampuan padanya untuk memberikan pengetahuan dan menyadarkan, bahwa Istri yang baik adalah Istri yang setia terhadap Suaminya, Istri yang baik adalah Istri yang senantiasa menemani, dan bersama-sama menghadapi perjalanan hidup baik suka maupun duka, walaupun seringkali kebijaksanaannya itu akan menguji setiap kesetiaan yang diberikan kepada Isteri, agar tetap berdiri, bertahan, sejajar dan saling melengkapi serta saling menyayangi."

"Ku-berikan kerutan diwajahnya agar menjadi bukti, bahwa Laki-laki itu senantiasa berusaha sekuat daya pikirnya untuk mencari dan menemukan cara agar keluarganya bisa hidup didalam keluarga sakinah dan badannya yang terbungkuk agar dapat membuktikan, bahwa sebagai Laki-laki yang bertanggung jawab terhadap seluruh keluarganya, senantiasa berusaha mencurahkan sekuat tenaga serta segenap perasaannya, kekuatannya, keuletannya demi kelangsungan hidup keluarganya."

"Ku-berikan kepada Laki-laki tanggung-jawab penuh sebagai pemimpin keluarga, sebagai tiang penyangga, agar dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Dan hanya inilah kelebihan yang dimiliki oleh Laki-laki, walaupun sebenarnya tanggung-jawab ini adalah amanah di dunia dan akhirat."

Terbangun anak wanita itu, dan segera dia berlari, bersuci, berwudhu dan melakukan shalat malam hingga menjelang subuh. Setelah itu dia hampiri bilik Ayahnya yang sedang berdzikir, ketika Ayahnya berdiri anak wanita itu merengkuh dan mencium telapak tangan Ayahnya.

"Aku mendengar dan merasakan bebanmu, Ayah."

(unknown)

cangkir cantik

Sepasang kakek dan nenek pergi belanja di sebuah toko suvenir untuk mencari hadiah buat cucu mereka. Kemudian mata mereka tertuju kepada sebuah cangkir yang cantik. "Lihat cangkir itu," kata si nenek kepada suaminya. "Kau benar, inilah cangkir tercantik yang pernah aku lihat," ujar si kakek.

Saat mereka mendekati cangkir itu, tiba-tiba cangkir yang dimaksud berbicara "Terima kasih untuk perhatiannya, perlu diketahui bahwa aku dulunya tidak cantik. Sebelum menjadi cangkir yang dikagumi, aku hanyalah seonggok tanah liat yang tidak berguna. Namun suatu hari ada seorang pengrajin dengan tangan kotor melempar aku ke sebuah roda berputar.

Kemudian ia mulai memutar-mutar aku hingga aku merasa pusing. Stop ! Stop ! Aku berteriak, Tetapi orang itu berkata "belum!" lalu ia mulai menyodok dan meninjuku berulang-ulang. Stop! Stop ! teriakku lagi. Tapi orang ini masih saja meninjuku, tanpa menghiraukan teriakanku. Bahkan lebih buruk lagi ia memasukkan aku ke dalam perapian. Panas ! Panas ! Teriakku dengan keras. Stop ! Cukup ! Teriakku lagi. Tapi orang ini berkata "belum!"

Akhirnya ia mengangkat aku dari perapian itu dan membiarkan aku sampai dingin. Aku pikir, selesailah penderitaanku. Oh ternyata belum. Setelah dingin aku diberikan kepada seorang wanita muda dan dan ia mulai mewarnai aku. Asapnya begitu memualkan. Stop ! Stop ! Aku berteriak.

Wanita itu berkata "belum!" Lalu ia memberikan aku kepada seorang pria dan ia memasukkan aku lagi ke perapian yang lebih panas dari sebelumnya! Tolong ! Hentikan penyiksaan ini ! Sambil menangis aku berteriak sekuat-kuatnya. Tapi orang ini tidak peduli dengan teriakanku.Ia terus membakarku. Setelah puas "menyiksaku" kini aku dibiarkan dingin.

Setelah benar-benar dingin, seorang wanita cantik mengangkatku dan menempatkan aku dekat kaca. Aku melihat diriku. Aku terkejut sekali. Aku hampir tidak percaya, karena di hadapanku berdiri sebuah cangkir yang begitu cantik. Semua kesakitan dan penderitaanku yang lalu menjadi sirna tatkala kulihat diriku.

*** 

seperti inilah Allah membentuk kita. Pada saat Allah membentuk kita, tidaklah menyenangkan, sakit, penuh penderitaan, dan banyak air mata. Tetapi inilah satu-satunya cara bagi Allah untuk mengubah kita supaya menjadi cantik dan memancarkan kemuliaan Allah.

anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai pencobaan, sebab Anda tahu bahwa ujian terhadap kita menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang supaya Anda menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun.

Apabila Anda sedang menghadapi ujian hidup, jangan kecil hati, karena Allah sedang membentuk Anda. Bentukan-bentukan ini memang menyakitkan tetapi setelah semua proses itu selesai.Anda akan melihat betapa cantiknya Allah membentuk Anda.

(unknown)

bunga bakung

Seorang anak sambil menangis kembali ke rumah. Ia menangis semakin keras ketika bertemu ibunya. Ia merasa segala usahanya tidak dihiraukan baik oleh guru maupun teman-teman kelasnya. Ia telah berusaha, namun seakan-akan usahanya tidak layak dihargai. Ia menjadi benci akan teman-temannya.Ia menjengkeli gurunya.

Setelah mendengar keluhan anaknya, sang ibu bertanya: "Pernahkah engkau memperhatikan kembang bakung milik tetangga di lorong jalan ke rumah kita?" anak itu menggelengkan kepala.

"Bakung itu berkembang setiap pagi, dan di akhir hari kembang bakung tersebut akan layu dan mati. Namun sebelum mati, ia telah memberikan yang terbaik, ia telah memancarkan keindahannya." Anak itu berhenti menangis dan mendengarkan dengan penuh hati.

"Setiap hari ia memberikan keindahan yang sama. Setiap hari ia memberikan keharuman yang sama walau kadang tak dihiraukan orang.Keindahannya tak pernah berkurang karena engkau tak pernah memperhatikannya. Ia tidak pernah bersedih bila tak diperhatikan orang, karena ia tahu bahwa dalam hidupnya ia cuma punya satu misi yakni memberikan keindahan.Anak itu pun memahami maksud ibunya.

***

mungkin tidak gampang untuk menunjukkan "keindahan" kita dikala sesuatu yang berada di sekitar kita adalah kebalikannya. Namun, bukankan Allah Maha Menyayangi sehingga kasih-Nya masih dapat terpancar di dunia ini walau kini penuh dengan kesesakan, keputusasaan, kerusakan?

Dan Allah pun menciptakan manusia dengan segala kekhasan sifat, sungguh sesuatu yang sia-sia jika selama hidup kita tak pernah memberikan "keindahan" layaknya bunga bakung itu.

tetaplah "INDAH" walau dunia tak lagi ramah... :)

(repost, NN)